Publik Desak Kejagung Awasi Aliran Dana Proyek Jalan Labuan Bajo – Kota Ruteng Senilai Rp125,7 Miliar

DETIK86.COM NTT – Proyek preservasi Jalan Nasional Labuan Bajo – Kota Ruteng, yang menghubungkan Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur, kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat. Warga menilai kualitas pekerjaan jauh dari harapan meski menelan anggaran fantastis senilai Rp125,7 miliar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2023–2024, ditambah dana swakelola pemeliharaan tahun 2025 sebesar Rp10 miliar.

Seorang warga, Hendrikus Jono, menyatakan bahwa proyek yang seharusnya mendukung akses vital di Pulau Flores justru dikerjakan asal-asalan. “Kami memprotes lantaran besarnya anggaran preservasi dan perbaikan jalan ini. Kami minta Kejagung untuk memantau aliran dana dari proyek ini,” ujarnya.

Kualitas Pekerjaan Dinilai Buruk

Pantauan di lapangan memperlihatkan sejumlah pekerjaan tidak sesuai dengan standar. Misalnya, pada ruas Jalan Soekarno Hatta, tepat di depan Hotel Sentro, pembangunan U-Ditch sepanjang kurang lebih 300 meter tampak dikerjakan asal jadi dan tidak terawat.

Sementara itu, pada jalur Lembor–Ruteng, terdapat titik-titik jalan yang sudah dipahat untuk penambalan namun hingga kini tidak kunjung dikerjakan oleh PPK 3.2 PJN Wilayah III NTT. Kondisi jalan yang sudah diperbaiki pun kembali rusak, dengan aspal pecah dan mengelupas. Lubang menganga di sepanjang ruas jalan menimbulkan bahaya bagi pengguna kendaraan, terutama pada malam hari. Beberapa pengendara bahkan dilaporkan mengalami kecelakaan hingga luka serius.

Dugaan Penyimpangan Anggaran

Selain mutu pekerjaan yang buruk, publik juga menyoroti dugaan penyimpangan anggaran. Sejumlah kalangan menduga adanya indikasi mark-up yang mencapai puluhan miliar rupiah, termasuk dalam dana pemeliharaan jalan nasional. Transparansi proyek pun dipertanyakan lantaran informasi detail tidak ditemukan dalam sistem pelaksanaan.

“Pemeliharaan jalan sangat penting untuk keselamatan masyarakat. Namun jika dikerjakan tanpa akuntabilitas dan transparansi, ini sama saja mengorbankan publik,” tegas seorang pemerhati infrastruktur lokal.

Pihak-Pihak yang Disebut Terlibat

Publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk turun tangan mengusut pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini, antara lain:

1. Budi Santoso, Direktur Utama PT Akas (asal Kota Malang, Jawa Timur).

2. Ir. Obed Eko Kurniawan, koordinator proyek sekaligus anak kandung Budi Santoso.

3. PT Virama Karya (Persero) Cabang Makassar, konsultan pengawas proyek dengan nilai kontrak Rp3,57 miliar (dari HPS Rp4,38 miliar, sumber APBN).

4. Devi Alcitra Candra, mantan Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah III NTT Tahun 2023–2024 (saat ini sudah pindah tugas ke Sumatera).

5. Parsaoran Samosir, ST., Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah III NTT.

6. Tim teknik PT Akas yang disebut bernama Michele.

 

Publik Harap Penegakan Hukum Tegas

Alih-alih memperlancar arus transportasi dan meningkatkan keselamatan pengguna jalan, proyek preservasi ini justru menimbulkan keresahan warga. Publik mendesak aparat penegak hukum agar segera memeriksa aliran dana dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai maupun melakukan pelanggaran hukum.

“Jangan sampai proyek yang seharusnya membawa manfaat besar bagi masyarakat NTT justru menjadi ladang korupsi,” pungkas Hendrikus.

Penulis: Virgilio

 

Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto? Silakan SMS ke 0852 7423 6663 (mohon dilampirkan data diri Anda) Hubungin kami

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*