
Detik86.COM PEKANBARU – Dewan Pers telah menyatakan bahwa pemberitaan oleh lima media online di Pekanbaru terhadap Ketua LSM Mampir, Hariyanto, melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Berita yang dipermasalahkan menuduh Hariyanto melakukan pemerasan dan pencemaran nama baik terhadap seorang pengusaha di Pekanbaru.
Dalam penilaian Dewan Pers, ditemukan beberapa pelanggaran jurnalistik, di antaranya:
1. Berita tersebut Tidak Berimbang – Berita hanya menampilkan satu sisi tanpa konfirmasi kepada pihak yang dituduh.
2. Sumber Tidak Jelas – Tidak ada narasumber yang dikutip secara resmi.
3. Bukti Tidak Valid – Foto bukti transfer yang tidak dijelaskan secara jelas.
4. Media Tidak Terdaftar – Media yang memberitakan kasus ini belum terverifikasi di Dewan Pers, dan pemimpin redaksinya tidak memiliki sertifikasi kompetensi.
Rekomendasi Dewan Pers: Media wajib memberikan hak jawab kepada Hariyanto dalam waktu 2×24 jam.
Hak jawab harus dipublikasikan dengan tautan di berita awal.
Media yang bersangkutan harus segera mengurus verifikasi perusahaan persnya dalam waktu 6 bulan.
Karena media belum menanggapi hak jawab tersebut, tim hukum Hariyanto yang dipimpin oleh Ezekieli Lase, SH, telah melaporkan lima media tersebut ke Polda Riau atas dugaan pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE Pasal 27 ayat (2), dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini menunjukkan bahwa media yang tidak terverifikasi atau tidak profesional dapat menyebarkan berita yang merugikan seseorang tanpa memenuhi standar jurnalistik yang benar.
Tindakan Dewan Pers bertujuan untuk menegakkan kode etik dan mencegah penyalahgunaan kebebasan pers.
Sengketa ini juga bisa berkembang ke ranah hukum karena media yang bersangkutan tidak mematuhi rekomendasi Dewan Pers. Jika terbukti mencemarkan nama baik, pihak media dapat terkena sanksi pidana berdasarkan UU ITE.
Jika media mengikuti rekomendasi Dewan Pers dengan memberikan hak jawab, maka masalah bisa diselesaikan tanpa perlu ke jalur hukum.
Namun, jika tidak, proses hukum di Polda Riau bisa menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa ke depan.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi media untuk selalu mematuhi kode etik jurnalistik agar tidak berhadapan dengan tuntutan hukum.
Kasus ini melibatkan dua aspek utama: Etika Jurnalistik dan Aspek Hukum Pidana.
Dari Perspektif Jurnalistik. Menurut Dewan Pers, berita yang diterbitkan oleh lima media online di Pekanbaru melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Pelanggaran utama:
1. Tidak Berimbang – Media tidak memberikan kesempatan kepada Hariyanto untuk memberikan klarifikasi sebelum menerbitkan berita.
2. Tidak Ada Sumber Jelas – Informasi yang disajikan bersifat spekulatif dan tidak diverifikasi.
3. Tidak Memenuhi Standar Jurnalistik – Bukti transfer yang ditampilkan tidak dijelaskan secara kontekstual, sehingga bisa menyesatkan pembaca.
4. Media Tidak Terdaftar di Dewan Pers – Ini menunjukkan bahwa media tersebut tidak memenuhi standar sebagai perusahaan pers yang resmi.
5. Pemimpin Redaksi Tidak Memiliki Sertifikasi – Artinya, media tersebut dipimpin oleh seseorang yang belum diakui kompetensinya dalam bidang jurnalistik.
Dewan Pers telah memberikan solusi damai, yaitu hak jawab dan koreksi berita. Namun, jika media tidak mematuhinya, ada potensi sanksi lebih lanjut, termasuk pencabutan status medianya.
Kesimpulan dari sisi jurnalistik: Media yang tidak profesional berpotensi merusak reputasi seseorang tanpa bukti kuat.
Jika media mematuhi rekomendasi Dewan Pers, kasus ini bisa diselesaikan secara damai.
Jika tidak, ini bisa menjadi preseden buruk bagi media online lain yang tidak berpegang pada kode etik.
Tim Kuasa hukum Hariyanto, Ezekieli Lase mengatakan, ini Perspektif Hukum Pidana, mengacu pada Pasal 27 ayat (2) UU ITE tentang pencemaran nama baik di media elektronik.
Berpotensi Pidana untuk Media: Jika terbukti melakukan pencemaran nama baik, media bisa dikenakan hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Jika terbukti memfitnah, media juga bisa dikenakan pasal dalam KUHP Pasal 310 dan 311 tentang penghinaan dan pencemaran nama baik.
Namun, dalam sengketa pers, ada mekanisme penyelesaian berbeda:
UU Pers No. 40 Tahun 1999 mengatur bahwa sengketa pers sebaiknya diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan pidana.
Jika media sudah memenuhi rekomendasi Dewan Pers, kasus ini tidak seharusnya berlanjut ke pidana.
Bagi Media – Sebaiknya segera mengikuti rekomendasi Dewan Pers untuk menghindari risiko hukum yang lebih besar.
Bagi Hariyanto & Tim Hukum, Jika media tetap tidak merespons, langkah hukum di Polda Riau bisa menjadi jalan terakhir.
Dan Kita desak Polda Riau untuk segera memanggil pimpinan Redaksi Media tersebut sesuai nama-nama media yang kami cantumkan di surat pengaduan tersebut, dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Bagi Publik – Kasus ini menjadi pelajaran bahwa tidak semua media online bisa dipercaya, sehingga penting untuk selalu memverifikasi informasi sebelum mempercayainya. Tutur Ezekieli.
Penulis: Hadi Zega
Leave a Reply